Selasa, 28 April 2015

PENGEMBANGAN PROGRAM





                                    PENGEMBANGAN PROGRAM
       I.            PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah proses perubahan perilaku atau kepribadian seseorang berdasarkan praktek dan pengalaman tertentu. Sehingga proses pembelajaran itu harus membawa perubahan pada orang yang belajar dari berbagai aspeknya, baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap secara utuh.
Pendidikan secara umum yang berlangsung sampai saat ini, menurut berbagai kalangan masih terkesan “hanya” dipersipakan untuk menjawab soal-soal ujian terutama UAN/UN. Dalam proses pembelajaran juga sering terlihat, anak didik lebih banyak diberi tahu oleh gurunya melalui ceramah dan bukan mencari tahu sendiri. Praktek-praktek di atas menjadikan pembelajaran yang berlangsung seperti tidak bermakna, tidak mendidik dan tidak menjadikan siswa/siswi aktif, kreatif dan inovatif sesuai dengan harapan.
Dalam proses pembelajaran, pendidikan agama Islam juga masih terpaku pada model konvensional yang lebih menekankan penggunaan metode ceramah, cenderung monolog dan doktrinatif. sehingga pendidikan lebih merupakan sebagai pengayaan individu pendidik saja. Padahal, peserta didik yang telah mempunyai potensi agama (sense of religion) perlu dikembangkan melalui proses perenungan yang dalam dan proses dialogis yang produktif dan kritis.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana pengembangan program?
B.       Bagaimana saran agar implementasi sukses?
C.       Bagaimana pelaksanaan pembelajaran?
D.       Bagaimana konsep dan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI?

 III.            PEMBAHASAN
A.       Pengembangan program
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mencakup pengembangan program tahunan, program semester, program modul (pokok bahasan), program mingguan dan harian, program pengayaan dan remedial, serta program bimbingan dan konseling.[1]
1.        Program tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran untuk setiap kelas, yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Program ini perlu dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun ajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-programberikutnya, yakni program semester, program mingguan, dan program harian atau program pembelajaran setiap pokok bahasan, yang dalam KBK dikenal modul.
Sumber-sumber yang dapat dijadikan bahan pengembangan program tahunan antara lain:
a.         Daftar kompetensi standar (standar competency) sebagai konsensus nasional, yang dikembangkan dalam buku daris-garis besar program pengajaran (GBPP) setiap mata pelajaran yang akan dikembangkan.
b.        Skope dan sekuensi setiap kompetensi. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan materi pembelajaran. Materi pembelajaran tersebut disusun dalam pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, yang mengandung ide-ide pokok sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran. Pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan tersebut harus jelas skope dan sekuensinya. Skope adalah ruang lingkup dan batasan-batasan keluasan setiap pokok dan sub pokok bahasan, sedangkan sekuensi adalah urutan logis dari setiap pokok dan sub pokok bahasan.
c.         Kalender pendidikan. Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran mengacu pada efesiensi, efektifitas, dan hak-hak peserta didik. Dalam kalender pendidikan dapat kita lihat berapa jam waktu efektif yang dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran, termasuk waktu libur, dan lain-lain. Dengan demikian, dalam menyusun program tahunan perlu memperhatikan kalender pendidikan. Hari belajar efektif dalam satu tahun pelajaran dilaksanakan dengan menggunakan sistem semester (satu tahun pelajaran terdiri atas dua kelompok penyelenggaraan pendidikan) yang terdiri atas 34 minggu.
d.        Berdasarkan sumber-sumber tersebut, dapat ditetapkan dan dikembangkan jumlah kompetensi, pokok bahasan dan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pokok dan sub pokok bahasan, jumlah ulangan, baik ulangan umum maupun ulangan harian, dan jumlah waktu cadangan.
2.        Program semester
Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program semester ini merupakan penjabaran dari program tahunan.Pada umunya program semester ini berisikan tentang bulan, pokok bahasan yang hendak disampaikan, waktu yang direncanakan, dan keterangan-keterangan.
3.        Program modul (pokok bahasan)
Program modul atau pokok bahasan pada umunya dikembangkan dari setiap kompetensi dan pokok bahasan yang akan disampaikan. Program ini merupakan penjabaran dari program semester. Pada umunya modul berisikan tentang lembar kegiatan peserta didik, lembar kerja, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban, dan kunci jawaban. Dengan demikian, peserta didik bisa belajar mandiri, tidah harus disampingi oleh guru, kegiatan guru cukup menyiapkan modul, dan membantu peserta yang menghadapi kesulitan belajar.
4.        Program mingguan dan harian
Untuk membantu kemajuan belajar peserta didik, di samping modul perlu dikembangkan program mingguan dan harian. Program ini merupakan penjabaran dari program semester dan program modul. Melalui program ini dapat diketahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan yang perlu diulang, bagi setiap peserta didik.
Melalui program ini juga diidentifikasi kemajuan belajar setiap peserta didik, sehingga dapat diketahui peserta didik yang mendapat kesulitan dalam setiap modul yang dikerjakan, dan peserta didik yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata kelas. Bagi peseta didik yang cepat bisa diberikan pengayaan, sedang bagi yang lambat dilakukan pengulangan modul untuk mencapai tujuan yang belum dicapai dengan menggunakan waktu cadangan.
5.        Program pengayaan dan remedial
Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan belajar, dan terhadap tugas-rugas modul, hasil tes, dan ulangan dapat diperoleh tingkat kemajuan belajar setiap peserta didik. Hasil analisis ini dipadukan dengan catatan-catatan yang ada pada program mingguan dan harian, untuk digunakan sebagai bahan tindak lanjut proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Program ini juga mengidentifikasi modul yang perlu diulang, peserta didik yang wajib mengikuti remedial, dan yang mengikuti program pengayaan.
Berdasarkan teori belajar tuntas, maka seorang peserta didik dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peseta didik yang ada di kelas tersebut.
Sekolah perlu memberikan perlakukan khusus terhadap peserta didik yang mendapat kesulitan belajar melalui kegiatan remedial. Peserta didik yang cemerlang diberikan kesempatan untuk tetap mempertahankan kecepatan belajarnya melalui kegiatan pengayaan. Kedua program itu dilakukan oleh sekolah karena lebih mengetahui dan memahami kemajuan belajar setiap peserta didik.
6.        Program bimbingan dan konseling pendidikan
Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan karier. Selain guru membimbing, guru mata pelajaran yang memenuhi kriteria pelayanan bimbingan dan karir diperkenankan memfungsikan diri sebagai guru pembimbing. Oleh karena itu, guru mata pelajaran harus senantiasa berdiskusi dan berkoordinasi dengan guru bimbingan dan konseling secara rutin dan berkesinambungan.
B.       Beberapa saran agar implementasi sukses
Dalam pengimplementasianya kurikulum 2013 ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berpengaruh satu dengan yang lainya. Maka sebenarnya kesuksesan implementasi ini harus didukung oleh semua pihak tak terkecuali sekolah sebagai eksekutor utama. Mulyasa dalam bukunya pengembangan dan implementasi kurikulum 2013 menyebutkan ada delapan kunci sukses 2013 yaitu :[2]
1.        Kepemimpinan kepala sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 karena kepala sekolah memiliki tugas utamanya dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyelaraskan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kurikulum 2013 nmenuntut kepala sekolah yang mandiri, demokratis, dan professional harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan, mental, moral, fisik, dan artisitik.
2.      Kreativitas guru
Kunci implementasi kurikulum 2013 yang ke dua adalah kreativitas guru, karena guru merupakan factor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam belajar. Guru diperlukan agar menjadi fasilitator dan mitra belajar peserta didik, tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik tapi harus kreatif memberikan layanan dan kemudahan belajar (facilitate learning)  .
3.      Aktivitas peserta didik
Kunci sekses ketiga yang menentukan keberhasilan implimentasi Kurikulum 2013 adalah aktivitas peserta didik. Dalam rangka mendorong dan mengembangkan aktivitas peserta didik, guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik, terutama disiplin diri. Guru harus mampu membantu peserta didik mengembangkan pola perilakunya, meningkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat penegak disiplin dalam setiap aktivitasnya.
Menurut pendapat Reisman dan Payne dapat dikemukakan 9 strategi untuk mendisiplinkan peserta didik:
1.        Konsep diri (self-concept). strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep masing-masing individu merupakan factor yang penting dari setiap perilaku, maka guru harus bersikap empatik, hangat dan terbuka sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaanya dalam memecahkan masalah.
2.        Ketrampilan berkomunikasi (communication skill) , mampu meneriama semua perasaan dan mendorong timnulnya kepatuhan peserta didik.
3.        Konsekwensi-konsekwensi logis dan alami (natural and logical consequences) perilaku perilaku yang salah karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan terhadap dirinya.
4.        Klarifikasi nilai (value clarification) perilaku dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaan tentang nilai-nilai dan membentuk system nilainya sendiri.
5.        Analisis transaksional (transactional analysis) guru blajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah
6.        Terapi realitas (reality therapy) sekolah harus berupaya menangani kegagalan dan meningkatkan keterlibatan.
7.        Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline) metode ini menekankan pengadilan penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan.
8.        Modifikasi perilaku (behavior modification) perilaku salah disebabkan oleh lingkungan sebagai tindakan remidiasi perlu diciptakan lingkungan yang kondunsif.
9.        Tantangan bagi disiplin (dare to discipline) guru diharapkan cekatan sangat teroganisasi dan dalam pengadilan yang tegas.
4.      Sosialisasi kurikulum 2013
Sosialisasi dalam kurikulum 2013 sangatlah penting dilakukan agar semua pihak yang terkait dalam implementasinya di lapangan paham dengan perubahan yang harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing sehingga mereka memberikan dukungan terhadap perubahan kurikulum yang dilakukan.
Pihak-pihak yang terkait dalam implementasi kurikulum 2013 adalah seluruh warga sekolah, bahkan seluruh masyarakat dan orang tua peserta didik. Sosialisasi ini bisa dilakukan oleh jajaran pendidikan di pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara proposional dan professional. Ditingkat sekolah sosialisasi bisa langsung oleh kepala sekolah yang sudah memahaminya namun kalau belum paham bisa mendatangkat pakar atau ahli dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Sosialisasi juga dihadirkan komite sekolah dan orang tua murid untuk mendapatkan masukan, dukungan dan pertimbangan tentang implementasi kurikulum.
Setelah sosialisasi kemudian mengadakan musyawarah antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan komite sekolah untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari berbagai pihak dalam rangka menyukseskan implementasi kurikulum 2013.
5.      Fasilitas dan sumber belajar
Fasilitas dan sumber belajar yang ada di sekolah berbeda-beda satu dengan yang lain. Hal ini menjadi factor penting dalam implementasi kurikulum 2013, maka tak heran ketika dalam implementasinya tidak semua sekolah langsung dijadikan sebagai sekolah implementasi kurikulum 2013 ini. Fasilitas dan sumber belajar memang bukan hal utama, namun hal yang sangat penting disamping factor-faktor yang lain. Apa saja fasilitas dan sumber beajar itu? Berikut penjabarannya.
Menurut Mulyasa Fasilitas dan sumber belajar yang harus dikembangkan antara lain 1) laboratorium, 2)buku ajar, 3)pusat sumber belajar, 4)perpustakaan, dan 5)tenaga pengelola dan kemampuan pengelolanya. Terkait dengan tenaga pengelola dan kemampuan pengelola, salah satu contohnya adalah kapasitas dan kreatifitas guru. Guru diharapkan mampu mengkonstruksi sumber belajar untuk siswa pun juga dengan alat pembelajaran dan alat peraga. Alat pembelajaran dan alat peraga diharapkan mampu diciptakan sendiri oleh guru melalui pemanfaatan lingkungan sekitar. Adapun contoh pemanfaatan lingkungan sekitar seperti batu, daun, tanah, tumbuhan, keadaan alam, kondisi pasar dan segala sesuatu yang berada dilingkungan kita yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran.
Kaitannya dengan fasilitas dan sumber belajar, Mulyasa mengelompokkan menjadi dua yaitu 1)sumber yang direncanakan (by design) dan 2)sumber yang sudah ada dan tinggal memanfaatkan (By untilization). Kedu sumber ini harus dapat dimaksimalkan agar implemenasi kurikulum 2013 dapat sukses.
Contoh sumber yang direncanakan adalah buku ajar. Mulyasa memberikan saran kepada orang tua untuk menggunakan buku ajar yang dapat diturunkan untuk saudara (adik kelas) ataupun tentagga sehingga problemaikan ekonomi masyarakat yang masih menengah kebawah dapat teratasi. Selain itu guru juga disarankan agar peserta didik membeli buku wajib, baru kemudian buku penunjang.[3]
Point penting lainnya yang harus diperhatikan untuk menggunakan fasilitas dan sumber belajar adalah kesesuaian fasilitas dan sumber terhadap kompetensi yang ingin dicapai. Sehingga  disini guru dituntut kreatif untuk dapat menggunakan fasilitas dan sumber belajar yang tepat sehingga siswa tercapai kompetensi yang diharapkan.
6.      Lingkungan yang kondusif akademik
Lingkunan yang kondusif akademik maksudnya adalah lingkungan baik fisik maupun non fisik yang dapat menciptakan suasana aman, nyaman, tertib, optimis, tertib dan bersih yang dapat meningkatkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Lingkungan yang kondusif akademik akan menciptkan iklim belajar yang baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sebaliknya jika iklim belajar itu kurang baik maka akan tercipta pembelajaran yang menjenuhkan, membosankan dan tidak menyenangkan. pengkondisian lingkungan yang kondusif akaemik ini penting dan menjadi tanggungjawab bersama.
Lingkungan yang kondusif akademik berupa fisik seperti 1)kondisi lingkungan, 2)aroma lingkungan, 3)warna pada lingkungan sekitar termasuk warna cat yang digunakan, 4)penerangan dalam ruang kelas, dan 5)kebersihan hendaknya benar-benar diperhatikan dan diupayakan. Mulyasa (2013) mengungkapkan bahwa factor-faktro diatas mampu mempengaruhi semangat beajar siswa. Misalnya warna gelap cenderung menghadirkan mood yang kurang semangat, sedangkan warna cerah mampu menghadirkan suasana yang lebih bersemangat dan menggairahkan. Beitu juga dengan kondisi pencahayaan, ruangan yang terlalu terang dan silau dapat menganggu konsentrasi, sedangkan ruangan yang terlalu geap dapat membuat semangat menurun. Semua itu harus dirancang dan direkayasa sehingga lingkungan dapat mendukung implementasikurikulum 2013.
Aspek lingkungan non fisik yang dimaksud adalah aspek psikologis, bisa Antara siswa dengan siswa dan bisa juga Antara guru dengan siswa. maka disini guru harus bisa menciptakan lingkungan nonfisik yang dapat membuat peserta didik nyaman. Mulyasa (2013) memberikan beberapa tips dan trik diantaranya yaitu:
1.      Memberikan pilihan kepada peserta didik yang cepat berpikirnya dan yang lambat brpikirnya dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
2.      Memberikan tugas remedial kepada siswa yang kurang berpresasi.
3.      Mengembangkan organisasi kelas yang lebih efektif dan menarik.
4.   Menciptakan suasana saling menghargai dalam kelas.
5.   Melibatkan siswa dalam prses perencanaan belajar dan pembelajaran agar siswa merasa ikut bertanggungjawab terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
7.   Partisipasi warga sekolah
Partisipasi warga sekolah yang perlu ditekankan adalah partisipasi tenaga kepandidikan. Partisipasi tenaga kependidikan sangat dipengaruhi oleh kinerja kepala sekolah. karena dalam hal ini kepala sekolah harus mampu meningkatkan produktifitas dan peningkatan kinerja tenaga kependidikan.
Ada tujuh kegiatan utama dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kependidikan yaitu 1)perencanaan tenaga kependidikan, 2) Pengadaan tenaga kependidikan, 3)pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, 4)promosi dan mutasi, 5)pemberhentian tenaga kependidikan, 6)kompensasi, dan 7)penilaian tenaga kependidikan.

C.    Pelaksanaan pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor interaksi yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.[4]
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umunya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal: pre tes, proses, dan post tes. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1.        Pre tes (tes awal)
Pada umunya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai dengan pre tes. Pre tes ini memiliki banyak kegunaan dalam menjajagi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pre tas memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran. Fungsi pre tes ini antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.         Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka akan berfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
b.        Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan post tes.
c.         Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
d.        Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
Untuk mencapai fungsi yang ketiga dan keempat maka hasil pre tes harus segera diperiksa, sebelum pelaksanaan proses pembelajaran ini dilaksanakan (sebelum siswa mempelajari modul), pemeriksaan ini harus dilakukan secara cepat dan cermat, jangan sampai mengganggu suasana belajar, dan jangan sampai mengalihkan perhatian peserta didik. Untuk itu, pada waktu memeriksa pre tes perlu diberikan kegiatan lain, misalnya, membaca hand out, atau text books. Dalam hal ini ini pre tes sebaiknya dilakukan secara tertulis, meskipun bisa saja dilaksanakan secara lisan atau perbuatan.
2.        Proses kegiatan ini dari pelaksanaan proses pembelajaran, yakni sebagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan melalui modul. Proses pembelajaran perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya.
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peseta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik selurunya atau setidak tidaknya sebagaian besar (75%). Lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan otuput yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.
3.    Post test
Pada umunya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post tes. Sama halnya dengan pre tes, post tes juga memiliki banyak kegunaan,terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post tes antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
b.    Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik.
c.    Untuk mengetahui peseta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul (kesulitan belajar).
d.   Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap komponen-komponen modul, dan proses pembelajaran yang dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.

D.    Konsep dan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode. Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatar belakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah.
Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang  melandasi penerapan metode ilmiah. Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen, namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.
Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami beberapa materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak tergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didi dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi.[5]
Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Proses pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghafal semata.
Menurut majalah forum kebijakan ilmiah yang terbit di Amerik pada tahun 2004 sebagaimana dikutip wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses berfikir dan penggunaaan metode yang teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu guru mengindentifikasi perbedaan kemampuan siswa.
Pada penerbitan berikutnya pada tahun 2007 dinyatakan bahwa penerapan pendekatan saitifik dalam pembelajaran harus memenuhi tiga prinsip utama:
a.         Belajar siswa aktif, dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau belajar berbasis penelitian, koperatip learning atau belajar berkelompok, dan belajar berpusat pada siswa
b.        Assessment berarti pengukuran kemajuan belajar siswa yang di bandingkan dengan target pencapaian tujuan belajar
c.         Keberagaman mengandung makna bawah dalam pendekatan ilmunya mengembangkan pendekatan keragaman. Pendekatan ini membawa konsekuensi siswa unik, kelompok siswa unik, termasuk keunikan dari kopetensi, materi, intruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta konteks.
Dalam berbagai pandangan para ahli, pembelajaran yang berlangsung saat ini terkesan masih lebih banyak dipersipakan untuk ujian semata, sehingga dalam prosesnya sering terlihat, peserta didik lebih banyak diberi tahu oleh gurunya bukan mencari tahu sendiri.
Pembelajaran seperti ini terjadi baik di sekolah maupun di madrasah. Pendidikan Agama Islam (PAI) sendiripun masih belum bisa mengembangkan potensi afektif dan psikomotorik siswa secara maksimal, karena pembelajarn PAI lebih banyak berkutat pada kisaran kognitif. Pendidikan agama masih dilihat dari dimensi ritual saja dan jauh dari pengayaan spiritual, etik dan moral sehingga peserta didik secara verbal dapat memahami ajaran Islam serta terampil melaksanakannya, akan tetapi kurang menghayati kedalaman maknanya.
Dalam proses pembelajaran PAI di sekolah, juga masih terpaku pada model konvensional yang lebih menekankan pada ceramah yang monolog dan doktrinatif. Praktek-praktek di atas menjadikan pembelajaran yang berlangsung seperti tidak bermakna, tidak mendidik dan tidak menjadikan siswa/siswi aktif, kreatif dan inovatif sesuai dengan harapan.
Solusi hal ini antara lain, perlunya alternatif dan strategi baru seperti pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching learning, inquiry, problem solving dan active learning diterapkan. Dengan demikian, peserta didik dibiarkan melakukan perambahan intelektual sendiri, sehingga menemukan dalam dirinya kedewasaan dalam beragama, baik dalam hal afeksi religiusnya maupun dimensi intelektualnya.
Dengan berlakunya kurikulum 2013 yang mulai dilaunching pada juli tahun lalu, pemerintah nantinya ingin mecetak SDM-SDM yang tidak hanya cerdas, tetapi juga kreatif dan memiliki sikap yang baik/bijak. Lulusan seperti itu sangat ditentukan oleh proses pendidikan yang dilaluinya. Oleh karena itu, akhirnya pemerintah mengeluarkan aturan terbaru tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah melalui Permendikbud nomor 65 tahun 2013 yang menegaskan bahwa proses pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah menggunakan pendekatan scientifik (scientific approach) sehingga diharapkan peserta didik menjadi lebih kreatif dan inovatif ke depannya.

 IV.            KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mencakup pengembangan program tahunan, program semester, program modul (pokok bahasan), program mingguan dan harian, program pengayaan dan remedial, serta program bimbingan dan konseling.
Mulyasa dalam bukunya pengembangan dan implementasi kurikulum 2013 menyebutkan ada delapan kunci sukses 2013 yaitu : kepemimpinan kepalasekolah, kreatifitas guru, aktivitas peserta didik, sosialisasi kurikulum 2013, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang kondusif akademik, dan partisipasi warga sekolah.
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umunya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal: pre tes, proses, dan post tes.
Menurut majalah forum kebijakan ilmiah yang terbit di Amerik pada tahun 2004 sebagaimana dikutip wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses berfikir dan penggunaaan metode yang teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu guru mengindentifikasi perbedaan kemampuan siswa

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Kami menyadari makalah yang kami paparkan terdapat kekurangan-kekurangan, karena kami menyadari kesempurnaan hanyalah milik-nya. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.



[1] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006), hlm. 95-100
[2] Rusman, Manajemen Kurikulum, (jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2009), hlm. 74-77
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 177
[4] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan Implementasi,,,,hlm. 100-103
[5] Abdul Majid, Implementasi Kurikulum 2013 Kajian Teoretis dan Praktek, (Bandung: Interes Media, 2014), hlm. 95-97

Tidak ada komentar:

Posting Komentar