DORONGAN
MENCARI RIZKI YANG HALAL
I.
PENDAHULUAN
Salah satu perintah Allah swt. pada mahlukNya adalah memakan
makanan yang halal dan baik. Hal itu telah termaktub jelas dalam al-Qur’an, ”Hai
orang-orang yang beriman makanlah bagimu apa-apa yang baik yang telah
kurizkikan padamu ........” (al-Baqoroh : 173). Makanan yang baik dinilai dari dzatnya dan bagaimana cara
mendapatkannya. Adakalanya sesuatu yang halal menjadi haram karena cara
mendapatkannya yang tidak sesuai dengan tata cara syar’i. Dua hal tersebut
merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam dalam syariat, terutama
dalam masalah mencari rizki. Seperti dua buah sisi mata uang, dimana jika tidak
ada salah satunya maka sama artinya dengan ketiadaannya. Begitu pula dengan
“cara mendapatkan” dan “dzat(makanan)” dari rizki yang kita dapatkan.
Materi pada makalah kali ini akan membahas hal-hal di atas dan hal
lain yang masih berkaitan dengannya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apakah
pengertian tentang rizki yang halal?
B.
Bagaimana
cara mencari rizki yang halal?
C.
Bagaimanakah
penjelasan tentang hadits yang membahas rizki yang halal?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Rizki yang Halal
Adapun arti rizki yang ialah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya
oleh makhluk hidup. Hal lain yang perlu kita ketahui
adalah kata halal.kata halal berasal dari kata yang berarti’’lepas’’ dari
ikatan atau’’ tidak terkait’’. Sesuatu yang
halal adalah lepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrowi.
Suatu benda atau perbuatan itu tidak
terlepas dari lima perkara, yaitu: halal, haram, syubhat, makruh dan mubah.[1]
Jadi rizki yang halal adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya
dan boleh dikerjakan atau dimakan dengan pengertian bahwa yang melakukannya
tidak mendapat sanksi dari Allah. Selain itu memohon
dan berdo’a juga termasuk salah satu bagian dalam usaha mencari rizki.
Di bawah ini akan dibahas hadits-hadits mengenai dorongan mencari
rizki yang halal. Hadits Abdullah bin umar tentang orang memberi lebih baik dari pada
orang yang menerima.
حَدَّثَنَ اَبُوالّنُعْمَانُ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُبْنُ زَيْدٍعَنْ
اَيُوْبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ
مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ
عَنْهُ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِوَذَكَرَ الصَّدَقَةَ وَتَعَفُّفَ وَالْمَسْئَلَةَ
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌمِنَ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ
الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ
(رواه البخاري في كتاب الزكاة)
Artinya:
Bercerita kepada kita Abu Nu’man berkata telah bercerita pada kita
khammud bin Zaid dari Ayyub dari nafi’bin Umar r.a dia berkata:saya telah
mendengar Nabi SAW bercerita kepada kita abdullah bin Maslamah dari malik bin
nafi’.Diriwayatkan dari abdullah bin umar r.a: di atas mimbar Rasulullah SAW
berbicara tentang sedekah, menghindari dari meminta pertolongan(keuangan)
kepadaa orang lain, dan mengemis kepada orang lain, dengan berkata’’tangan atas
lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang memberi,
tangan di bawah adalah tangan yang mengemis.’’[2]
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang
memberi lebih baik dari pada orang yang meminta-minta. Karena
perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan yang mengakibatkan seseorang
menjadi tercela dan hina.
Sebenarnya meminta-minta itu boleh dan
halal, tetapi boleh disini diartikan bila seseorang dalam keadaan tidak mempunyai
apa-apa pada saat itu, dengan kata yang lain yaitu dalam keadaan mendesak atau sangat terpaksa
sekali. Jadi perbuatan meminta-minta itu
dikatakan hina jika pekerjaan itu dalam keadaan serba cukup, sehingga akan
merendahkan dirinya baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah SWT di
akhirat nanti.
Imam An-Nawawi berkata: “”Para ulama’
mengatakan bahwa meminta-minta dalam keadaan tidak terpaksa adalah terlarang,
terhadap orang yang sanggup berusaha. Pendapat yang lebih kuat menganggap bahwa
pendapat ini makruh, jika memenuhi 3 syarat, yaitu: pertama, tidak menghinakan
diri. Kedua, tidak meminta secara mendesak. Ketiga, tidak menyakiti orang yang
diminta. Apabila tidak syarat-syarat berikut ini maka hukumnya haram.”[3]
B.
Cara Mencari Rizki yang Halal
Di dalam mencari rizki yang halal hendaklah memperhatikan halal dan
haramnya, baik dan buruknya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
اِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَاِنّ الْحَرَامَ
بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا اُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمَهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ
النَّاسِ (الحديث)
Artinya:
’’ Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Dan
diantara keduanya ada perkara-perkara yang meragukan yang tidak banyak di
ketahui oleh manusia.’’[4]
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya: ’’Orang yang berusaha untuk
keluarganya dari yang halal, maka ia senilai dengan perjuangan di jalan Allah
SWT, dan orang yang mencari rizki dunia yang halal dengan menghindari dosa,
maka ia di tingkat para Syuhada.’’[5]
Rizki itu berupa saham yang dipertaruhkan
di dalam perusahaan dunia ini, dimana terdapat saham makhluk manusia secara
merata. Tidak mungkin seseorang mendapatkan hasil dari sahamnya itu namun ia
tidak berusaha, sebab malas tidak membawa bahagia bagi manusia.[6]
Karena mencari rizki yang halal itu wajib hukumnya, maka tidak
boleh mengikuti kehendak hawa nafsu yang menyimpang ajaran Islam dan langkah-langkah setan karena rizki yang tidak halal akan berpengaruh negatif
dalam segi-segi hidup dan kehidupan manusia, baik pelakunya sendiri maupun
masyarakat sekitarnya.
Firman Allah SWT:
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
Artinya:
‘’wahai
manusia makanlah dari (makanan) yang terdapat di bumi yang halal dan baik dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.’’ (QS.AL-Baqarah: 168)[7]
Adapun sikap seorang muslim terhadap rizki yang halal, yaitu: 1.
Dilarang memberikan makanan yang dihalalkan kepada syahwatnya dan membatasi
agar dia tidak melapaui batas. 2. Boleh diberikan semuanya dengan alasan supaya
dia kuat dan bersemangat. 3. Tengah-tengah (Tawassuth) diantara keduanya.[8]
Ibnu
Abbas ra berkata, ‘’ Nabi Adam menjadi
petani, Nabi Nuh menjadi tukang kayu , Nabi Idris
menjadi penjahit, Nabi Ibrahim dan Luth
menjadi petani, Nabi Shalih menjadi
pedagang, Nabi Daud menjadi pandai besi, Nabi Musa,
Nabi Syu’aib, dan Nabi Muhammad menjadi
pengembala.’’
C.
Hadits tentang Rizki Halal
1.
Makanan
yang halal
a)
Hadits dan artinya
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم "ان الله تعالى طيب لايقبل الا طيبا, وان الله
امرالمؤمنين بما امربه المرسلين ..." فقال تعالى "ياايهاالرسل كلوامن
الطيبات واعلمواصالحا ... " المؤمنون / 51 ... وقال الله تعالى يايهاالذين اموا كلوا من طيبات
ما رزقناكم ..." البقرة / 172... ثم ذكررجل يطيل السفر اشعث اغبر يمد يده الى
السماء يا رب يا رب, ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسه حرام وغذى بالحرام فانى
يستجاب له (رواه المسلم)
Artinya:
‘’Dari
Abu Hurairah r.a ia berkata:’’ Telah bersabda Rasulullah :’’Sesungguhnya Allah
itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah
diperintahkan kepada para rasul, maka Allah telah berfirman: Wahai para rasul,
makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih. Dan Dia
berfirman: Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah
dari apa-apa yang baik yang telah kami berikan kepadamu. Kemudian
beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang telah melakukan perjalanan
jauh, berambut kusut, dan
berdebu menengadahkan
kedua tangannya ke langit seraya berkata: “Wahai Tuhan, wahai
Tuhan”, sedangkan makanannya haram, maka
bagaimana orang separti ini dikabulkan do’anya.’’ (HR.Muslim)[9]
b)
Batasan sanad, matan, dan rowi
Dari hadits diatas, dapat diketahui sanad, matan, dan
rowinya.
Sanadnya adalah:
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم
Sedangkan matannya adalah:
ان الله تعالى طيب لايقبل الا طيبا, وان الله
امرالمؤمنين بما امربه المرسلين ..." فقال تعالى "ياايهاالرسل كلوامن
الطيبات واعلمواصالحا ... " المؤمنون / 51 ... وقال الله تعالى يايهاالذين اموا كلوا من طيبات
ما رزقناكم ..." البقرة / 172... ثم ذكررجل يطيل السفر اشعث اغبر يمد يده الى
السماء يا رب يا رب, ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسه حرام وغذى بالحرام فانى
يستجاب له
Dan untuk rowinya adalah: رواه المسلم
c)
Analisis hadits
Kata “thayyib (baik)” berkenaan
dengan sifat Allah maksudnya ialah bersih dari segala kekurangan. Hadits ini merupakan salah satu dasar dan landasan pembinaan hukum
islam. Hadits
ini berisi anjuran mencari sebagaian dari harta yang halal dan melarang mencari
harta yang haram. Makanan, minuman, pakaian dan sebagainya hendaknya benar-benar yang
halal tanpa bercampur dengan
yang syubhat. Orang yang ingin memohon kepada Allah
hendaklah memperhatikan persyaratan yang tersebut pada hadits ini.
Hadits ini juga menyatakan bahwa seseorang yang membelanjakan
hartanya dalam kebaikan berarti ia telah membersihkan dan menumbuhhkan
hartanya. Makanan yang enak tetapi tidak halal
menjadi malapetaka bagi yang memakannya dan Allah tidak akan menerima amal
kebajikannya.
Kalimat “kemudian
beliau menceritakan kisah seorang
laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan
berdebu’’, maksudnya ialah menempuh perjalanan jauh untuk
melaksanakan kebaikan seperti haji, jihad, dan
perbuatan baik lainnya. Amal kebajikan tersebut tidak akan diterima oleh Allah bila yang bersangkutan makan, minum dan
berpakaian dari hasil haram.
Kalimat ‘’menengadahkan kedua tanganya’’ maksudnya berdo’a
kepada Allah memohon sesuatu, namun dia tetap berbuat dosa dan melanggar aturan agama. Kalimat ‘’makanannya haram, maka bagaimana orang
seperti ini di kabulkan do’anya’’,
maksudnya bagaimana orang yang perbuatanya semacam itu
akan dikabulkan do’anya, karena dia bukanlah
orang yang layak dikabulkan do’anya. Akan tetapi
walaupun demikian, boleh saja Allah mengabulkannya sesuai tanda kemurahan,
kasih sayang dan pemberian karunia.
2.
Hadits tentang Menjual Kayu Bakar Lebih
Baik dari pada Meminta-minta
a)
Hadits dan artinya
Artinya: عَنْ
اَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
لِاَنَّ يَحْتَطِبْ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يُسَالَ اَحَدًا
فَيُعْطِيْهِ اَوْيَمْنَعْهُ (اخرجه البخا ري في كتاب المساقاة)
"Dari Abi Hurairah r.a berkata, Rasulullah
bersabda: salah seorang diantaramu yang mencari seikat kayu bakar diatas
punggungnya itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain hingga ia
memberinya atau menolaknya"
b)
Batasan sanad, matan, dan rowi
Sanadnya adalah: عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ
يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
Sedangkan matannya adalah:
لِاَنَّ
يَحْتَطِبْ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يُسَالَ اَحَدًا فَيُعْطِيْهِ
اَوْيَمْنَعْهُ
Dan untuk rowinya adalah:
اخرجه البخا ري في كتاب
المساقا
c)
Analisis hadits
Hadits ini mengajarkan kita supaya berusaha dengan jalan yang
halal, seperti
mengumpulkan kayu lalu sebagian hasilnya, kita sedekahkan dan sebagaianya lagi
kita makan.
Makna hadits tersebut adalah bahwasanya Rasulullah SAW
mengnjurkan untuk bekerja dan berusaha serta makan dari hasil keringatnya sendiri,
bekerja dan berusaha dalam memakmurkan hidup ini. Selain itu juga
mengandung anjuran untuk memelihara kehormatan dan menghindarkan diri dari perbuatan
meminta-minta karena Islam sebagai
Agama yang mulia telah memerintahkan untuk tidak melakukan pekerjaa yang hina.[10]
Didalam hadits tersebut juga mengandung ma’na anjuran untuk tidak
meminta-minta dan menjaganya, dan anjuran untuk bekerja, sekalipun
memberatkanya di dalam mencari rizki, karena menanggung pemberian orang sebab
meminta-minta bagi orang yang merdeka (kuasa) itu
lebih berat dari pada memikul gunung.’’[11]
3.
Hadits tentang Nabi Daud Makan
dari Usahanya Sendiri
a)
Hadits dan artinya
عن المقدام رضى الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال : مااكل احد طعاما قط خير امن ان ياكل من عمل يده وان نبي الله
داودعليه السلام كان ياكل من عمل يده (اخرجه البخري في كتاب المساقاة)
Artinya:
"Dari Miqdam r.a dari Rasulullah SAW bersabda: tidaklah seseorang yang memakan makanan saja itu lebih baik dari
pada memakan hasil jerih payah tangannya, sesungguhnya Nabi Daud AS makan dari
jerih payah tangannya"
Batasan
sanad, matan, dan rowi
Sanadnya adalah:
عن
المقدام رضى الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
Sedangkan matannya adalah:
مااكل
احد طعاما قط خير امن ان ياكل من عمل يده وان نبي الله داودعليه السلام كان ياكل
من عمل يده
Dan untuk rowinya adalah:
اخرجه
البخري في كتاب المساقاة
b)
Analisis hadits
Dari hadits tersebut
dijelaskan bahwa rizki yang paling baik adalah rizki yang di dapat dari
jalan yang dihalalkan Allah SWT, serta dari usaha diri sendiri.
Dengan mengambil contoh, bahwasannya Nabi
Daud AS adalah seorang Nabi, akan tetapi beliau makan dari hasil tangannya
sendiri. Dengan cara membuat pakaian (rompi/baju perang) dari besi dan
diperjual belikan kepada kaumnya.
4.
Hadits
tentang Nabi Zakaria Seorang Tukang
Kayu
a)
Hadits dan artinya
عَنْ
اَبِىْ هُرَيْرَةَان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : كان زكريانجارا (اخرجه المسلم في كتاب الفضا ئل)
Artinya:
‘’Telah bercerita pada kita Haddab bin
Kholid telah bercerita pada kita khammad bin Salamah
dari Tsabit dari Abi Raafi’ dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya
Rasululah SAW
bersabda:’’Bahwa Nabi Zakariya as, adalah seorang tukang kayu.’’
b)
Batasan sanad, matan, dan rowi
Sanadnya adalah: عَنْ
اَبِىْ هُرَيْرَةَان رسول الله صلى الله عليه وسلم
Sedangkan matannya adalah: كان زكريانجارا
Dan untuk rowinya adalah: اخرجه المسلم في كتاب الفضا ئل
c)
Analisis hadits
Dalam hadits di atas memberi ketegasan bahwa pekerjaan apapun tidak dipandang rendah oleh Islam,
hanya perlu ditekankan bahwa dalam berusaha harus memperhatikan prosesnya yang
terkait dengan halal dan haram firman Allah
SWT:
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
Artinya:
’’Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.’’(QS.Al-Baqoroh:168)
Nabi adalah
contoh dan suri tauladan bagi umatnya seperti
yang tertera pada hadits ini bahwa Nabi pun mengajarkan kita bahwa bekerja
apapun asalkan halal, maka kita boleh melakukannya.
Nabi Muhammad
SAW sendiri pun pernah menggembala kambing milik penduduk Makkah
sebelum menjadi Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa prosesi Nabi dan Rasul itu tidak
merintangi tugasnya sebagai pembawa risalah kebenaran dari Allah SWT.
IV.
SIMPULAN
Dari pembahasan
di atas dapat di simpulkan bahwa, rizki yang halal adalah sesuatu yang dapat
diambil manfaatnya dan boleh dilakukan atau dikerjakan sesuai dengan ketentuan
syari’at Islam. Kriteria halal ada 2 macam yaitu: halal dari segi zat dan halal dari cara memperolehnya. Rizki
yang halal sebaiknya dilakukan dengan usaha yang baik dan dikerjakan sendiri,
diibaratkan seperti seseorang yang mencari kayu bakar dan menjualnya serta
tidak mendapatkan upah yang tidak sesuai. Cara mendapatkan Rizki yang halal sebaiknya tidak
boleh mengikuti kehendak hawa nafsu yang menyimpang ajaran Islam.
Adapun hikmah
mencari rizki yang halaldiantaranya: Dosanya akan
diampuni, menumbuhkan sikap juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Allah dan
rasul-Nya, serta mendekatkan diri pada allah SWT.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini, penyusun menyadari
dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka dari itu penyusun
mohon kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi,
Imam dan Hasan
Al-Banna. Al-Ma’tsurat dan hadits
Arba’ain.
Alwy, Sayyid. Fathul Qorib Al-Mujib ala Tahdzibi Al-Targhib
Wattarghib. (Surabaya: Darus Syaqof,
T Th.).
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqih
Mu’amalat. (Jakarta: Amzah, 2010).
Bukhari, Imam. Shohihul Buhahari JilidI.
(Beirut: Darul
Fikri, 1981).
Fahruddin, Fuad M.. Ekonomi Islam. (Jakarta: Mutiara, 1982).
(Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1984).
Khalid, Husein
Bahreisj. Himpunan Hadits Shohih
Muslim. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1984).
Muhammad,
Tengku Ahs-Shidiqie. Mutiara
Hadits jilid 4. (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2006).
Soenarjo. Al-Qur’an dan Tarjamahnya. (Semarang: Toha
Putra, 1989).
Sunarto, Ahmad. Halal dan Haram. (Jakarta: Pustaka
Amani, 1989).
Siddiq, Ahmad. Benang antara Halal dan Haram. (Surabaya: Putra
Pelajar, 2002).
[3] Tengku Muhammad Ash-Shidiqie, Mutiara Hadits Jilid
4, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2006), hlm. 45
[9] Imam An-Nawawi dan Hasan Al-Banna, Al-Ma’tsurat dan
Hadits Arba’ain, (Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1984), hlm. 56-57
[11] Sayyid Alwy, Fathul Qorib Al-Mujib ala Tahdzibi
Al-Targhib Wattarghib, (Surabaya: Darus Syaqof, T Th.), hlm. 135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar